Anak-anak adalah petualang dan pembelajar sejati yang penuh kejujuran  dalam merealisasikan pikiran dan mengekspresikan perasaannya. Semua  orang tua tentu ingin membahagiakan anak-anaknya, melihat mereka tumbuh  sehat, cerdas dan sukses dalam kehidupannya. Namun, dalam praktiknya,  keinginan tersebut seringkali menjadi ekspektasi yang berlebihan bahkan  ambisi yang justru bisa menimbulkan masalah bagi proses pembentukan  kepribadiannya.
Dalam prosesnya, kepribadian terbentuk berdasarkan hasil meniru, baik  dari dalam lingkungan keluarga maupun lingkungan luar. Akan tetapi,  faator internal dalam keluarga seperti kasih sayang, perhatian, pola  asuh, didikan, serta metode pendekatan dalam membentuk kepribadian juga  membangun kecerdasannya memiliki porsi lebih besar.  Di samping itu,  kita juga harus menyadari dan memahami adanya faktor alami seperti bakat  dan dorongan minatnya. Karena itu, dalam upaya membentuk kepribadian  dan mendidik anak, serta mengantarkannya menuju kesuksesan ada beberapa  hal berikut yang harus benar-benar dipahami orang tua.
Pertama, hindari ekspektasi dan  ambisi berlebihan dalam mendidik, mengarahkan dan membentuk kepribadian  serta perkembangan anak. Ambisi berlebihan berpengaruh terhadap  pemaksaan kehendak yang seringkali membawa masalah dalam pola asuh,  komunikasi, serta hubungan orang tua dan anak di fase-fase berikutnya.  Tidak sedikit anak yang mengalami stress, frustasi bahkan depresi karena  merasa gagal, tidak mampu memenuhi keinginan orang tua, sehingga mereka  banyak yang merasa menjadi “korban” ambisi orang tua, objek idealisme  yang kurang realistis, bahkan menjadi target sebuah kepentingan. Hal ini  tentu akan sangat berpengaruh terhadap proses pembentukan  kepribadiannya. Bisa saja ia akan menjadi pribadi yang kurang percaya  diri, pesimis, takut salah, tidak berani mengambil keputusan. 
Kedua, memahami siklus kompetensi dan pertumbuhan otak anak,  sehingga orang tua dapat menghargai dan memperlakukan anak secara adil.  Dalam hal ini, orang tua harus memahami tingkat kemampuan anak dan  tingkat kecerdasan anak. Tidak semua anak memiliki kecerdasan  intelektual yang tinggi, tetapi sebagai orang tua kita harus berupaya  menstimulasi pertumbuhan otaknya dan mengoptimalkan kompetensi anak. Hal  ini juga perlu ditunjang dengan keadilan dalam sikap, cara berbicara  dan cara memperlakukan mereka sebagai subjek kehidupan yang akan terus  tumbuh dan berkembang. 
Ketiga, memahami multiple intellegencies anak, sehingga orang tua dapat mengenali dan memahami bakat juga minat  anak untuk kemudian mengarahkannya dengan benar  Dengan memahami hal  ini, orang tua dapat mengasah, memupuk dan mengarahkan bakat, serta  menumbuhkan minat anak di bidang tertentu yang bisa menjadi pegangan  penting dalam kehidupannya di masa depan. Tidak sedikit anak-anak yang  terlihat biasa saja dalam kecerdasan kognitifnya, tetapi memiliki bakat  tertentu yang justru membuatnya lebih kreatif dan sukses. Kecerdasan  intelektual bukan satu-satunya pembentuk kecerdasan otak yang penting  untuk dikembangkan. Dalam kehidupan nyata sehari-hari, faktor kecerdasan  emosional dan advertisal lebih banyak membantu membangun kepribadian  anak yang lebih matang, lebih siap menghadapi masalah. 
Keempat, pahami konsep ”sekolah unggul” dengan benar, yakni  adanya keselarasan pemahaman prinsip antara metode pendidikan sekolah  dengan pola asuh dan didikan di rumah, sehingga ada kesamaan atau  kesesuaian pendekatan antara keduanya. Sekolah dapat dikatakan sebagai  rumah kedua bagi anak. Keunggulan sebuah sekolah tidak hanya terletak  pada kelengkapan fasilitas, tetapi juga keunggulan metode pendidikan dan  penerapannya, adanya harmoni komunikasi dengan pendidikan keluarga,  atau bahkan mampu menginspirasi dan memperbaiki pola-pola yang salah  dalam pendidikan di rumah. Lebih dari semua itu, faktor kenyamanan anak  dalam belajar dan bersekolah menjadi hal yang harus lebih diutamakan  karena hal ini akan berpengaruh terhadap perkembangan pribadi dan  mentalitasnya di kemudian hari, meskipun pendidikan di sekolah hanya  sebagai penunjang pendidikan keluarga.
Keempat hal tersebut, bila kita perhatikan berkaitan dengan  pentingnya memahami karakter anak dalam membentuk dan mengembangkan  kepribadian anak. Karakter terletak di alam bawah sadar yang meliputi  memori, self image, personality dan habit.  Keempat faktor pembentuk karakter tersebut sangat membantu pemahaman  kita atas keempat hal di atas. Jika dalam diri anak terdapat banyak  memori negatif yang disertai dengan self image yang buruk  seperti memberikan label ‘anak bodoh’, maka akan membentuk kepribadian  yang negattif dan kebiasaan yang buruk pula. Oleh karena itu, ciptakan  suasana yang nyaman, pembiasaan-pembiasaan yang positif, serta sikap dan  perlakuan yang menyenangkan bagi anak agar ia memiliki kenangan indah  dan tumbuh menjadi pribadi yang positif.
 
 
 
No comments:
Post a Comment
Apa Komentar Anda?