Sumber: http://www.al-ikhwan.net/?p=67
1 Oktober 2006 | 8 Ramadhan 1427 H
Allah SWT berfirman:
"Hai orang-orang yang beriman, telah diwajibkan atas kamu berpuasa  sebagaimana telah diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu  bertakwa." (QS. Al Baqarah, 2:183)
"Wahai orang-orang yang beriman." : Kata ini bermakna takhshish  (pengkhususan) dari Sang Maha Pencipta langit dan bumi kepada sedikit di  antara makhluk-NYA yang dicintai-NYA. Maka panggilan itupun begitu  lembut dan penuh kasih, dengan menyebutkan aspek kedekatan dan  keakraban-NYA dengan kelompok tersebut. "Wahai orang-orang yang telah  beriman." Pantaslah bahwa diriwayatkan jika para sahabat RA ketika  mereka sedang berbicara atau melakukan suatu kegiatan jika mereka  mendengar kata "wahai orang-orang yang telah beriman." maka mereka  seketika terdiam dengan khusyu' mendengarkan apa kelanjutan firman-NYA,  jika mereka telah melaksanakan perintah tersebut maka mereka bersyukur  dan jika belum maka mereka berusaha untuk segera melaksanakannya.
"telah diwajibkan atasmu berpuasa" : Kata "kutiba" bermakna "furidha  'alaykum" (telah diwajibkan atas kalian semua yang telah beriman) untuk  berpuasa. Kewajiban tersebut dijelaskan oleh ayat ini dan juga oleh  beberapa hadits shahih, di antaranya yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari  dan Muslim dari Ibnu Umar ra : "Islam itu dibangun atas 5 hal, bersaksi  bahwa tiada Ilah kecuali ALLAH, menegakkan shalat, mengeluarkan zakat,  berpuasa di bulan Ramadhan dan berhaji ke BaituLLAH jika memiliki  kemampuan." Demikian pula bahwa para ulama salaf (terdahulu) dan khalaf  (kontemporer) yang shalih telah ijma' (bersepakat) tentang wajibnya  puasa Ramadhan, sehingga jika ada yang menyatakan bahwa puasa Ramadhan  tidak wajib maka perkatannya itu tertolak.
"sebagaimana telah diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian" : Puasa  adalah juga merupakan syariat para nabi-nabi sebelum Muhammad SAW dan  iapun juga merupakan syariat orang-orang shalih dimasa terdahulu. Puasa  mereka semua adalah jauh lebih berat dari puasa kita (ummat Muhammad  SAW). Lihatlah bagaimana puasa nabi yang shalih Zakariyya AS yang selain  tidak makan dan minum juga TIDAK BOLEH BERBICARA (QS. Maryam, 19:10)  kecuali hanya boleh memberikan isyarat saja (QS Ali Imran, 3:41),  demikian pula Maryam AS yang sezaman dengannya (QS Maryam, 19:26). ALLAH  SWT pun menjelaskan kepada kita tentang puasanya Thaluth AS yang hanya  dibolehkan berbuka hanya dengan seteguk air saja dan tidak boleh lebih  (QS al-Baqarah, 2:249). Atau juga puasa nabi Daud AS yang disebut  sebagai sebaik-baik puasa oleh nabi Muhammad SAW, yaitu sehari puasa dan  sehari berbuka seumur hidupnya.
"mudah-mudahan kalian menjadi orang yang bertaqwa" : Puasa yang ikhlas  dan benar akan mengantarkan pelakunya kepada sifat taqwa. Tidaklah  setiap amal dalam Islam kecuali memiliki faidah kepada yang  melakukannya, tentang shalat ALLAH SWT menyebutkan bahwa ia dapat  mencegah pelakunya dari perbuatan yang keji dan munkar (QS al-Ankabut,  29:45), tentang zakat ALLAH SWT menyebutkannya sebagai untuk  membersihkan (harta) dan mensucikan (hati) mereka (QS at-Taubah, 9:103),  dst. Taqwa bukanlah sebuah perhentian tapi ia adalah sebuah proses yang  tidak akan pernah berhenti sampai kita menghadap ALLAH SWT, hal ini  digambarkan dalam hiwar (diskusi) antara 2 orang sahabat mulia yaitu  Umar bin Khattab ra dan Ubay bin Ka'ab ra, kata Umar ra : "Wahai Ubay  apakah taqwa itu menurutmu?" Jawab Ubay ra : "Wahai Amirul Mu'minin  pernahkah anda melalui suatu jalan yang penuh dengan duri?" Maka jawab  Umar ra : "Pernah." Kata Ubay ra : "Lalu apa yang anda lakukan ketika  itu?" Jawab Umar ra : "Aku bersungguh-sungguh dan berhati-hati  (IJTAHADTU WA SYAMMARTU)." Maka kata Ubay ra : "Itulah yang disebut  taqwa."
Thursday, November 4, 2010
Aspek-Aspek Ruhaniyyah dari Puasa
(Tafsir Al-Baqarah ayat 183)
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
 
 
 
No comments:
Post a Comment
Apa Komentar Anda?